Friday 19 August 2011

[Nyaris] Filsafat Mudik

Diposkan oleh FilsafatKonseling on 9.04.2011

Bisakah fenomena mudik kita telaah secara mendalam dan radikal seperti cara kerja filsafat? Bisa. Meski demikian, tulisan berikut hanya hampir mendalam dan hampir radikal, jadi ia juga hampir filosofis :-)



Mudik merupakan fenomena keislaman khas Indonesia. Terlepas dari konsumerisme yang belakangan menyembul dari fenomena itu, mudik sesuatu yang sarat makna, bahkan sangat erat kaitannya dengan dimensi terdalam dari manusia, yakni kerinduan akan berkumpul dan berpulang.

Mudik mengingatkan manusia bahwa dia selalu mendamba kepada sumber: mulai dari tingkatan rendah seperti kampung halaman sampai pada tingkatan tinggi seperti Tuhan. Ketika seseorang bekerja atau kuliah di luar negeri, dia pada waktu tertentu akan merindukan sesuatu yang disebut tanah air atau kampung halaman. Meski negeri orang hujan emas, masih lebih baik negeri sendiri yang hujannya batu itu.

Kematian adalah hal lain yang ikut dirindukan manusia. Tetapi, kadang manusia gagal membedakan dengan rasa sakit yang diduga bakal dijumpainya ketika menghadapi kematian dengan kematian itu sendiri. Ada juga yang merasa bahwa dengan kematian, maka segala hal kesenangan di dunia akan tak teraih jika dirinya mati. Ada juga yang merasa tugasnya di dunia belumlah tercapai sehingga kematian dianggap sebagai tanda kegagalan. Hal-hal seperti itu pada akhirnya membuat seseorang mengabaikan rasa rindunya akan kematian.

Mudik itu sebenarnya mengajarkan manusia untuk mengenali dirinya sendiri dan sumber dirinya. Secara sederhana, berkumpul dengan orangtua dan keluarga pada waktu Lebaran menyiratkan bahwa itulah tempat asal seseorang. Dari sanalah dia berasal, dan di sanalah dia akan kembali.

Selamat mudik dan hati-hati di jalan yah.

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...