Friday 5 August 2011

Sayap-Sayap Patah, Kahlil Gibran, 2

TANGAN TAKDIR


Dimusim semi yang indah itu, aku berada di Beirut. Kebun-kebun penuh dengan bunga nisan dan tanah dialasi oleh rumput hijau, semua bagai rahasia kematian yang menyingkap kepada surga. Pohon jeruk dan apel, kelihatan seperti pengantin wanita yang dikirim oleh alam untuk memberi ilham pada penyair dan menggembirakan imajinasi yang menggunakan pakaian putih wangi.


Musim semi terlihat indah dimana-mana, namun yang paling indah di Lebanon. Bagaikan gairah yang menjelajah diatas bumi namun hanya berputar diatas Lebanon, bercakap dengan para Raja dan Nabi, menyanyi dengan sungai lagu-lagu Sulaiman, dan mengulang dengan Cedar Suci Lebanon kenangan kejayaan masa lampau. Beirut, bebas dari lumpur musim dingin dan debu musim panas, adalah seperti pengantin wanita dimusim semi, atau seperti putri duyung yang duduk ditepi sungai sambil mengeringkan kulit mulusnya dibawah sinar matahari.

Suatu hari pada bulan Nisan, aku pergi mengunjungi seorang teman yang rumahnya tidak beberapa jauh dari kota yang hiruk pikuk itu. Saat kami berbincang-bincang, seorang pria terhormat berusia sekitar enam puluh liam memasuki rumah. Saat aku bangkit untuk memberi salam, temanku mengenalkan dia padaku sebagai Farris Effandi Karamy dan lalu memberikannya namaku. Pria tua itu memandangku beberapa saat, menyentuh dahinya dengan ujung jarinya seolah-olah ia mencoba mengingat kenangannya. Lalu ia mendekatiku sambil tersenyum dan berkata,"Kau adalah putra teman lamaku, dan aku senang melihat teman itu dalam dirimu".

Terpengaruh oleh kata-katanya, aku tertarik padanya seperti seekor burung yang instingnya membawa dia kesarangnya sebebelum datangnya prahara. Saat kami duduk, ia berkata padaku tentang persahabatannya dengan ayahku, sambil mengingat masa yang mereka juangkan bersama. Seorang pria tua menyukai kembali pada masa mudanya seperti seorang asing yang menanti untuk kembali ke tanah airnya. Ia dengan rasa senang menceritakan kisah-kisah masa lalu seperti penyair yang merasa sangat gembira karena membacakan syairnya yang terbaik. Ia hhidup secara spiritual dimasa lalu karena masa sekarang berlalu begitu cepat, dan masa depan baginya tampaknya seperti pendekatan pada liang kubur. Sau jam penuh dengan kenangan berlalu seperti bayangan pepohonan diatas rumput. Ketika Farris Affandni hendak pergi, ia meletakkan tangan kiriya dibahuku dan menyalami tanganku sambil berkata,"Aku sudah tidak pernah melihat ayahmu selama d ua puluh tahun. Aku harap kau menggantikannya untuk berkunjung kerumahku". Aku dengan senang hati berjanji untuk mengunjungi seorang sahabat baik ayahku.

Ketika pria tua itu meninggalkan rumah, aku meminta temanku untuk berceritera lebih banyak tentang pria itu. Ia berkata,"Aku tidak tahu pria  mana lagi selain dia yang kekayaannya membuatnya baik dan yang kebaikannya membuaat dia kaya. Ia salah satu dari sedikit orang yang datang kedunia ini dan meninggalkannya tanpa menyakiti seseorangpun, namun orang baik seperti itu biasanya sengsara dan ditindas karena mereka tidak cukup pandai untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dari kekejaman yang lain. Farris Affandi memiliki seorang anak perempuan yang karakternya mirip dengannya dan kecantikan serta keanggunannya sulit untuk dilukiskan, dan ia juga menderita karena kekayaan ayahnya yang menempatkannya diujung tebing yang curam".

Saat ia mengucapkan kata-kata ini, aku memerhatikan bahwa wajahnya menjadi mendung. Lalu ia melanjutkan,"Farris Affandi adalah seorang pria tua baik dengan hati mulia, namun ia kurang memiliki kekuatan kehendak. Orang-orang memimpinnya seperti seorang pria buta. Anak perempuannya mematuhinya tanpa memperdulikan harga diri dan kecerdasaannya, dan inilah rasa yang terpendam antara kehidupan seorang ayah dan putrinya. Rahasia ini ditemukan oleh seorang pria jahat yang menjadi uskup, dan yang kejahatannya bersembunyi di balik bayangan Gereja. Ia membuat orang-orang percaya bahwa ia baik dan terhormat. Ia adalah kepala agama dinegeri yang beragama ini. Orang-orang mematuhinya dan menghormatinya. Ia memimpin mereka seperti sekawanan domba menuju tempat penjagalan. Uskup ini memiliki keponakan laki-laki yang penuh kebencian dan kejahatan. Harinya akan datang cepat atau lambat ketika ia akan menempatkan keponakannya sebagai tangan kanan dan anak Farris Affandi dikirinya, dan dengan tangan iblisnya dikepala keduanya, akan mengikat seorang prawan suci dan tangan kotor, menempatkan jantung hari dalam dada malam.

Itulah yang dapat kukatakan tentang Farris Affandi dan putrinya, jadi jangan tanyakan padaku lebih banyak lagi pertanyaan,"

Setelah mengatakan hal ini ia memalingkan wajahnya kejendela seolah-olah ia sedang berusaha memecahkan masalah keberadaan manusia dengan berkonsentrasi pada keindahan alam semesta.

Saat aku meninggalkan rumah, aku mengatakan pada temanku bahwa aku hendak berkunjung ke rumah Farris Affandi dalam beberapa hari untuk tujuan memenuhi janjiku dan demi persahabatan yang menyatukan ia dan ayahku. Temanku menatapku selama beberapa saat , dan aku memperhatikan perubahan mimik mukanya, seolah-olah beberapa kata sederhanaku telah menyingkapkan padanya gagasan baru. Lalu ia memandang lurus mataku  dengan aneh, pandangan penuh cinta, ampunan dan ketakutan - pandangan seorang nabi yang melihat apa yang tidak dilihat orang lain. Lalu bibirnya bergetar sedikit, namun ia tak mengatakan apa-apa ketika aku beranjak menuju pintu. Pandangan aneh itu mengikutiku, arti yang tak dapat kupahami sampai aku aku tumbuh dalam dunia penuh pengalaman, dan dimana jiwaku matang oleh pengetahuan.

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...