Thursday 2 February 2012

Sekelumit Syiah-Sunni

Kenapa sih harus ada Sunni-Syiah? Bukankah Islam cuma satu? Apa itu Sunni? Apa itu Syiah?


Bahwa permasalahan Sunni Syiah sudah berlangsung ribuan tahun semenjak zaman Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, bahkan lebih kental lagi saat terbunuhnya cucu Rasulullah, Husain bin Ali, Sebelum itu nggak ada istilah Sunni-Syi’i.


Husain Bin Ali adalah cucu dari Nabi Muhammad yang merupakan putra dari Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Dibunuh pada tanggal 10 Muharam 61 H, lehernya dipenggal sampai putus oleh pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah saat itu.


Ibnu Taimiyyah mengatakan:


“Husain terbunuh di Karbala di dekat Eufrat dan jasadnya dikubur di tempat terbunuhnya, sedangkan kepalanya dikirim ke hadapan khalifah. Demikianlah yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dan dari para imam yang lain."


Husain bin Ali merupakan Imam ketiga bagi kebanyakan sekte Syi'ah. Ia dihormati oleh Sunni karena ia merupakan Ahlul Bait. Ia juga sangat dihormati kaum Sufi karena menjadi Waliy Mursyid yang ke 2 setelah ayah beliau terutama bagi tarekat Qadiriyyah di seluruh dunia.


Bahwa Raja Saudi Arabia berdasarkan penelusuran silsilah adalah masih keturunan Yazid bin Muawiyah. Sehingga tidaklah heran bila Iran sangat berseberangan dengan rezim Saudi yang bersekutu dengan Amerika.


“Kencangkan tali kekangmu untuk menghadapi kematian karena kematianmu pasti akan datang tak perlu takut menghadapi mati. Dia akan memanggil jika tiba saatnya nanti." ujar Ali Bin Abi Thalib suatu malam.


Abdurrahman bin Muljam seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) menebas Ali Bin Abi Thalib dengan pedang, saat Ali Bin Abi Thalib mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan. Racun pedang Abdurrahman Ibnu Muljam telah mengenai leher, maka racun kian menampakkan reaksinya. Sahabat-sahabat menjadi sangat berduka. Mereka tidak dapat lagi menahan tetesan air mata, bahkan ada yang berteriak histeris. Akan tetapi mereka melihat wajah Imam Ali berseri-seri dan tersenyum. Beliau berkata :


"Demi Allah ! Apa yang telah menimpaku bukan merupakan hal yang kubenci. Sama sekali tidak ! Syahid di jalan Allah sejak dulu sudah merupakan hal yang senantiasa aku nantikan. Dan bagiku, apa yang lebih baik dan berharga daripada syahadah dalam keadaan ibadah ?"


Dan Ali Bin Abi Thalib menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.


Kaum Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah keturunan beliau sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat Qadiriyahdengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.


Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.


Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.


Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.


Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu, baik aspek zhahir atau syariah maupun batin atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...