Sunday 7 August 2011

SYUKUR SEBAGAI TANGGA SPIRITUAL

Untuk membahas masalah ini ada tahapan-tahapan agar seseorang bisa meningkatkan dirinya ketangga Syukur dan ada baiknya kita merujuk pada sebuah ayat dalam teks book Kitab Suci dalam QS. An Nahl 11 – 14.

” Dengan air hujan itu Dia menumbuhkan untukmu tanam-tanaman, yaitu Zaitun, kurma, anggur, dan aneka pohon buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat ayat bagi orang-orang yang BERPIKIR “


” Dia menjadikan malam dan siang, matahari dan rembulan untuk kepentinganmu. Bintang-bintang pun berjalan sesuai dengan perintah_nya, dan dijadikan untuk memenuhi keperluanmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu erdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang menggunakan AKALNYA “.


” Begitu pula yang ada di bumi, yang beraneka warna itu, semua diciptakan-Nya untukmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat ayat bagi orang-orang yang mau MENGAMBIL PELAJARAN “.

” Dialah yang menjadikan laut untuk memenuhi keperluanmu, agar kalian mendapatkan dagin yang segar dari dalamnya, dan agar kalian keluarkan dari dalam laut itu perhiasan yang kalian pakai. Dan, kalian lihat bahtera yang berlayar dipermukaan laut itu, agar dengan behtera itu kalian dapat mencari anugaerah-Nya dan agar kalian BERSYUKUR “.
 
Jika mau perhatikan tangga-tangga pada ayat di atas, landasan awal untuk bersyukur adalah ” berpikir “. Kita harus perhatikan sifat tiap-tiap tanaman yang kita pelihara. Kita pelajari ciri-cirinya sehingga kita dapat membudidayakan dengan sebaik-baiknya yang pada gilirannya dapat memberikan dan menghasilakn produksi yang berlimpah. Kita harus menggunakan pikiran kita….!. Mengapa pada ayat tersebut dan sesudahnya tidak menggunakan istilah yang sama…?. Mengapa yang satunya menggunakan istilah ” Berpikir “ sedangkan yang lain menggunakan istilah ” akal “….?. Kedua kata itu memang berbeda fungsi.
 
Kongkretnya begini loh….pakai analog ben gampang nyernane ( iki nek pas analognya ).
 
Ketika seorang anak masih duduk di bangku SD, yang diutamakan adalah ” latihan berpikir “, yang tekanannya adalah fungsi ingatan dan hafalan. Bila anak sudah mampu bekerja sesuai dengan petunjuk, maka ia disebut telah berpikir. Dalam berpikir, semua obyek yang diingat atau diketahui dicari relasi dan hubungannya. Sebagai misal, ada tanaman dan pupuk. Kita tentu ingin mengetahui apa hubungan dan korelasi antara tanaman dan pupuk karena Binatang ternak kita tidak mengerti relasi obyek-obyek tersebut. Tapi, manusia diberi oleh Tuhan kemampuan untuk memahami relasi antar obyek. Jadi kalau begitu, apa yang disebut dengan menggunakan Akal….?.
 
Mari kita perhatikan obyek yang berupa siang, malam, matahari, rembulan dan bintang. Ternyata, semua berjalan sesuai dengan perintah-Nya. Mengetahui sifat-sifat dan ciri masing-masing obyek semata tidaklah cukup untuk mendapatkan manfaat yang sebsar-besarnya dari obyek tersebut bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini manusia harus menggunakan ” rasionya “, Akal Pikirannya. Untuk mendapatkan manfaat dari obyek tersebut kita harus memahami matematika dan kalkulus, meski opada perhitungan dan kalkulasi yang sederhana.
 
Lalu, semuanya kita endapkan dan kita ambil sebagai pelajaran. Lain kali, kalau terjadi hal-hal yang serupa kita bisa hadapi dengan hati yang dingin dan tidak perlu kita hadapi dengan pikiran pusing.
 
Jadi ternyata untuk bersyukur kita tidak boleh meninggalkan ” akal dan pikirannya “ serta pelajaran yang telah dibabar oleh orang-orang pilihan ( ulil albab ) sebelum kita. Pelajaran itu sendiri datangnya dari Tuhan, makanya kita diperintah untuk menimba
” Ilmu dan Hikmah “ dari setiap yang ada di bumi ini. Semua itu ayat-ayat Tuhan dan ilmu yang diperoleh dari ayat-ayat Tuhan itu bukanlah kepunyaan orang yang kita anggap Kafir atau sesat seperti yang terjadi selama ini.
 
Semua ilmu itu kepunyaan dan milik Tuhan meski yang membukakan rahasianya adalah mereka-mereka walau pada kenyataannya tidak seagama, segolongan, sekelompok dan sealiran dalam berkeyakinan kepada Tuhan dengan kita. Inilah yang benar-benar harus kita pahami bersama dalam bersyukur……!!.
 
Semua manusia itu bersaudara. Musuh kita hanyalah ” nafsu yang tidak terkendali ( setan ) ”yang ada dalam diri kita. Wujud setan itu ialah segala bentuk ” Permusuhan, Perseteruan, Pertikaian dan Kedzaliman “. Jalan yang ditempuh oleh setan itu adalah wujud ” kebatilan “…..!!.Kita hendaknya tidak melakukan penyerangan terhadap orang-orang yang tidak menyerang atau memusuhi kita. Kita dilarang menganiaya orang-orang yang tidak menganiaya kita.
 
Selanjutnya marilah kita bersama-sama ciptakan dan aplikasikan sekaligus mewujudkannya secara nyata dalam menjalani kehidupan, bersosial dan bermasyarakat tentang hal-hal yang mendatangkan ” Kemaslahatan dan Kesejahteraan “ bagi umat manusia tanpa memandang segala atribut kelompok, golongan, keyakinan dan agama yang disandang oleh sesama manusia.
Itulah ” wujud syukur “ kepada Tuhan Sang Pencipta……!.

By Ahsanun Nailillah

Published with Blogger-droid v1.7.4

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...