Sunday 7 August 2011

Puasa Membangkitkn Energi Ikhlas.

Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah dibumi (Q.S. Al-Baqarah: 30). "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
 
 
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S. Al Baqarah)
Untuk itu Allah melengkapi potensi manusia dengan Panca Indera, akal, qolbu, nafsu (ammarah, lauwamah, sofiah) dan potensi tersebut apabila dimanage secara ikhlas karena Allah maka akan dapat membangkitkan energi yang dahsyat sebagai bekal manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah.
 
Dalam Al Qur’an banyak pentunjuk sangat rinci untuk memupuk nilai-nilai keikhlasan, tujuannya adalah untuk mengembangkan semua kecakapan, keterampilan, secara terkoordinasi dan bermanfaat. Apapun yang telah didelegasikan Allah kepada manusia baik kecakapan batin (ikhlas) maupun kecakapan lahir harus digunakan semaksimal mungkin dan seakurat mungkin, selektif dan efisien. Pemanfaatan potensi tersebut harus disinergikan dan diatur sesuai sunatullah kalau tidak potensi tersebut tidak lagi merupakan kekuatan moral spiritual-energi ihlas. (Mannan, 1992: 358-359) Manusia mempunyai naluri secara alami dan secara sunatullah dapat diubah menjadi sifat-sifat moral  (ikhlas) melalui pengaturan dan penyesuaian yang tepat dengan menggunakan pertimbangan Al Qur’an, As-sunnah dan logika sains serta teknologi. Puasa yang semata-mata hanya sekedar menahan makan-minum dan bergaul suami isteri adalah puasa biologis dan tidak akan mencapai kesucian jiwa, sedangkan hakekat puasa adalah komprehensif dan integral antara unsure biologis, intelektual dan spiritual, sehingga puasa dapat mencerdaskan ketiga unsur biologis, intelektual dan spiritual, sehingga puasa dapat mencerdaskan ketiga unsur tersebut.
 
Rasulullah pernah bersabda : “Ada orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus belaka” (HR. Ahmad). Tepat apa yang disampaikan Rasulullah bahwa puasa tersebut adalah puasa biologis yang mungkin hanya mempunyai efek kesehatan saja, sedangkan kesucian jiwa (keikhlasan) tidak diperoleh dengan cara berpuasa seperti ini. Naluri alami pada manusia harus diubah menjadi kekuatan moral spiritual (energi ikhlas) yaitu dengan menutup (mempuasakan) panca indera untuk tidak menerima rangsangan yang dipantulkan oleh materi menangkap impuls listrik dan disampaikan kepada pangkal otak.
 
Setelah pikiran orang yang berpuasa (ikhlas) terbebas dari godaannya dengan alam materi maka meningkatlah pikiran itu ke dalam badan pikiran. (menthaal lichaam) dan kemudian mengalami perubahan, mula-mula menjadi intuisi-infra-intelektual yang kemudian mengalami perubahan, mula-mula menjadi intuisi-infra-intelektual yang dapat beresonansi dengan alam angan-angan (imaginasi), oleh karena itu pikiran menjadi ideatif-kreatif, kemudian masuk ke dalam prilaku untuk berubah menjadi pikiran yang normatif dan akhirnya mencapai puncak peningkatan yang dapat meninjau secara langsung hakekat tiap-tiap sesuatu dan hakekat terakhir. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa aliran materialism, sekularisme dan positivisme tidak mungkin dapat membebaskan penganut-penganutnya dari ikatannya dengan alam materi untuk memperoleh kehidupan spiritual (energi ihlas). Adalah suatu kebohongan besar apabila aliran materialisme mengatakan bahwa umat manusia harus dijamin keputusan materialnya terlebih dahulu untuk dapat memperoleh energi ihlas.
 
Manusia berbeda dengan hewan dan satu-satunya yang membedakan adalah kemampuan untuk dapat melepaskan diri dari ikatan dengan pangkal otaknya yang berisi hawa nafsu yang tidak tepat. Pikiran materialisme adalah pikiran yang tidak bebas yang selalu menghambakan dirinya kepada nafsu. Dengan membebaskan diri dari keinginan nafsu jahat maka pangkal Mutmainnah. Pikiran yang bebas dari pengaruh pangkal otak dengan sendirinya menjadi ideatif-kreatif dan mutmainnah (energi ihlas) yang tidak semata-mata menjamin terbentuknya energi ihlas, tetapi juga akan membawa kita kearah kebahagian dan keseimbangan hidup secara material dan spiritual, sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Q.S. Al-Qoshos)
 
Semoga puasa yang kita jalani dapat meluruskan pandangan selama ini bahwa puasa berdampak negatif terhadap kinerja (malas), tetapi justru sebaliknya puasa dapat berdampak positif terhadap kinerja yang religius (amal sholeh) jika pelakunya ihlas karena Allah SWT, walaupun secara biologis sedang menahan makan dan minum, menahan syahwat nafsu shofiah, tetapi secara spiritual akan mendapat energi ihlas yang sangat dahsyat, sebagaimana yang dimiliki oleh para Syuhada, para Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, para Nabi-Nabi dahulu, seperti Rasulullam Muhammad SAW pernah perang diwaktu puasa bulan Ramadhan, dan Nabi Ibrahim AS dibakar tetapi tidak apa-apa karena keihlasannya, dan tentunya bagi kita puasa yang benar akan membangkitkan energi ihlas untuk berkinerja secara religius (amal sholeh) Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah dibumi (Q.S. Al-Baqarah: 30). "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
 
 
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S. Al Baqarah)
Untuk itu Allah melengkapi potensi manusia dengan Panca Indera, akal, qolbu, nafsu (ammarah, lauwamah, sofiah) dan potensi tersebut apabila dimanage secara ikhlas karena Allah maka akan dapat membangkitkan energi yang dahsyat sebagai bekal manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah.
 
Dalam Al Qur’an banyak pentunjuk sangat rinci untuk memupuk nilai-nilai keikhlasan, tujuannya adalah untuk mengembangkan semua kecakapan, keterampilan, secara terkoordinasi dan bermanfaat. Apapun yang telah didelegasikan Allah kepada manusia baik kecakapan batin (ikhlas) maupun kecakapan lahir harus digunakan semaksimal mungkin dan seakurat mungkin, selektif dan efisien. Pemanfaatan potensi tersebut harus disinergikan dan diatur sesuai sunatullah kalau tidak potensi tersebut tidak lagi merupakan kekuatan moral spiritual-energi ihlas. (Mannan, 1992: 358-359) Manusia mempunyai naluri secara alami dan secara sunatullah dapat diubah menjadi sifat-sifat moral  (ikhlas) melalui pengaturan dan penyesuaian yang tepat dengan menggunakan pertimbangan Al Qur’an, As-sunnah dan logika sains serta teknologi. Puasa yang semata-mata hanya sekedar menahan makan-minum dan bergaul suami isteri adalah puasa biologis dan tidak akan mencapai kesucian jiwa, sedangkan hakekat puasa adalah komprehensif dan integral antara unsure biologis, intelektual dan spiritual, sehingga puasa dapat mencerdaskan ketiga unsur biologis, intelektual dan spiritual, sehingga puasa dapat mencerdaskan ketiga unsur tersebut.
 
Rasulullah pernah bersabda : “Ada orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus belaka” (HR. Ahmad). Tepat apa yang disampaikan Rasulullah bahwa puasa tersebut adalah puasa biologis yang mungkin hanya mempunyai efek kesehatan saja, sedangkan kesucian jiwa (keikhlasan) tidak diperoleh dengan cara berpuasa seperti ini. Naluri alami pada manusia harus diubah menjadi kekuatan moral spiritual (energi ikhlas) yaitu dengan menutup (mempuasakan) panca indera untuk tidak menerima rangsangan yang dipantulkan oleh materi menangkap impuls listrik dan disampaikan kepada pangkal otak.
 
Setelah pikiran orang yang berpuasa (ikhlas) terbebas dari godaannya dengan alam materi maka meningkatlah pikiran itu ke dalam badan pikiran. (menthaal lichaam) dan kemudian mengalami perubahan, mula-mula menjadi intuisi-infra-intelektual yang kemudian mengalami perubahan, mula-mula menjadi intuisi-infra-intelektual yang dapat beresonansi dengan alam angan-angan (imaginasi), oleh karena itu pikiran menjadi ideatif-kreatif, kemudian masuk ke dalam prilaku untuk berubah menjadi pikiran yang normatif dan akhirnya mencapai puncak peningkatan yang dapat meninjau secara langsung hakekat tiap-tiap sesuatu dan hakekat terakhir. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa aliran materialism, sekularisme dan positivisme tidak mungkin dapat membebaskan penganut-penganutnya dari ikatannya dengan alam materi untuk memperoleh kehidupan spiritual (energi ihlas). Adalah suatu kebohongan besar apabila aliran materialisme mengatakan bahwa umat manusia harus dijamin keputusan materialnya terlebih dahulu untuk dapat memperoleh energi ihlas.
 
Manusia berbeda dengan hewan dan satu-satunya yang membedakan adalah kemampuan untuk dapat melepaskan diri dari ikatan dengan pangkal otaknya yang berisi hawa nafsu yang tidak tepat. Pikiran materialisme adalah pikiran yang tidak bebas yang selalu menghambakan dirinya kepada nafsu. Dengan membebaskan diri dari keinginan nafsu jahat maka pangkal Mutmainnah. Pikiran yang bebas dari pengaruh pangkal otak dengan sendirinya menjadi ideatif-kreatif dan mutmainnah (energi ihlas) yang tidak semata-mata menjamin terbentuknya energi ihlas, tetapi juga akan membawa kita kearah kebahagian dan keseimbangan hidup secara material dan spiritual, sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Q.S. Al-Qoshos)
 
Semoga puasa yang kita jalani dapat meluruskan pandangan selama ini bahwa puasa berdampak negatif terhadap kinerja (malas), tetapi justru sebaliknya puasa dapat berdampak positif terhadap kinerja yang religius (amal sholeh) jika pelakunya ihlas karena Allah SWT, walaupun secara biologis sedang menahan makan dan minum, menahan syahwat nafsu shofiah, tetapi secara spiritual akan mendapat energi ihlas yang sangat dahsyat, sebagaimana yang dimiliki oleh para Syuhada, para Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, para Nabi-Nabi dahulu, seperti Rasulullam Muhammad SAW pernah perang diwaktu puasa bulan Ramadhan, dan Nabi Ibrahim AS dibakar tetapi tidak apa-apa karena keihlasannya, dan tentunya bagi kita puasa yang benar akan membangkitkan energi ihlas untuk berkinerja secara religius (amal sholeh). Wallohu a’lam bi shawab.

By Handoko Al-Faqir.

Published with Blogger-droid v1.7.4

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...