Thursday 2 February 2012

Filsafat Sufistik

Seseorang menghampiri gelandangan yang sedang menangis dalam kesedihan yang memilukan.


"Mengapa engkau menangis?"


"Aku menangis untuk menggugah belas kasihan Hati Tuhan."


"Ucapanmu salah, karena Tuhan tidak memiliki hati lahiriah."


"Engkaulah yang salah, karena Tuhan pemilik seluruh hati yang ada. Melalui hati manusia, aku dapat berhubungan dengan Tuhan."


Filsafat sufistik seringkali membuyarkan keajekan, membiaskan kebekuan sudut pandang, dan memendarkan warna cahaya. Sufi tidak sedang membangun surga untuk dirinya sendiri. Ia sedang berbagi kepada orang lain, tanpa pandang bulu. Tanpa melihat secara petak-petak kebenaran. Jadi, jangan lihat warna sufi hanya sebening cahaya putih saja, karena sesungguhnya ia sedang mengurai berbagai warna yang berbeda secara sama.


Janganlah hanya faham arti kata-kata yang tertulis dalam Al-Quran

karena di balik yang tertulis terdapat arti yang tersembunyi


di balik arti lapis kedua ada lagi arti baru,

yang menyilaukan fikiran dan pandangan


Arti keempat, kecuali Nabi, tak ada yang pernah memahami

kebesaran Tuhan, yang tiada tanding dalam Keghaiban

hitunglah arti tersembunyi itu sampai tujuh

kisah bermakna yang mengagumkan dari langit

Wahai kawan, janganlah memandang jilid Al-Quran.

Bagi setan, manusia hanyalah sepotong daging.

Bagaikan manusialah Al-Quran itu,

Bentuk lahir diluar dengan ruh diam-diam didalamnya.


(Jalaluddin Rumi)


Nasrudin Hoja sedang merenungi harmoni alam, dan kebesaran Penciptanya.


"Oh kasih yang agung.

Seluruh diriku terselimuti oleh-Mu.

Segala yang tampak oleh mataku.

Ijinkan aku merasakannya tampak seperti wujud-Mu."


Seorang yang iseng menggodanya, "Bagaimana jika ada orang jelek dan dungu lewat di depan matamu?"


Nasrudin berbalik, menatapnya, dan menjawab dengan konsisten, "Tampak seperti wujudmu!"


Adakalanya membalikkan yang positif melalui cara negatif, yang sebetulnya tidak biasa. Nalar yang dibalik justru untuk dipikirkan. Ini membuat kita memandang sesuatu secara tidak hitam putih. Ada suatu makna yang bisa tak terhingga dijangkau pengindera manusia. Antara laku dan kata para sufi acapkali melampaui atau menyalahi kebiasaan, nonkonvensional, untuk memperoleh hikmah kearifan. Secara kasatmata kelihatan negatif, tapi banyak orang yang tidak menyadari hati positifnya. Model pemahaman seperti ini ampuh untuk melumpuhkan ketergesaan dan ketertutupan dalam beriman. Sufi bahkan tidak takut salah dalam menjalani kehidupan, karena di hatinya selalu memandang ”Tuhan”. Kematian pun bukan sebuah kekalahan, melainkan dunia baru menuju kemenangan. Para sufi membangun sendiri metode penjemputan menuju kematian dengan tidak menghiraukan surga dan neraka. Spiritualitas adalah kekayaannya, dan Tuhan merupakan khazanah yang tersembunyi untuk disingkap. Hidupnya sumringah penuh anekdot dan ketawa.


Karena itu, sufi sebetulnya amat peduli dan dekat dengan keseharian kita, keberadaannya tidak sejauh apa yang banyak dianggap selama ini. Bahwa ia berperan sebagai Semar. Keganjilannya dalam kekocakan menyuruk waskita, nubuat, untuk kita renungkan. Kadang, ia rela menjadi lilin yang sedia meleleh untuk menerangi kita.


“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh”

(Q.S. Asy-Sy’araa: 83)


Published with Blogger-droid v2.0.4

0 komentar:

Post a Comment

Alangkah berbudinya anda, jika sedikit meninggalkan pesan untuk saya...